Diduga Bersekongkol dengan Mafia Tanah, BPN Mabar Didesak Kembali Lahan Ulayat Kedaluan Nggorang Ishaka
MP, LABUAN BAJO – Pihak Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga telah bersekongkol dengan mafia tanah. Sehingga lahan ulayat Kedaluan Nggorang Ishaka seluas 11 hektare dirampas oleh para mafia tanah.
Hal itu terungkap saat keluarga besar almarhum Ibrahim Hanta berunjuk rasa di depan Kantor BPN Mabar, Selasa (28/2/2023) lalu.
Almarhum Ibrahim Hanta adalah ahli waris lahan ulayat kedaluan Nggorang Ishaka.
Oleh sebab itu para demonstran mendesak pihak BPN Mabar membatalkan sertifikat hak milik atas nama Niko Naput, yang diketahui telah mengklaim tanah seluas 11 hektare yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT.
Para demonstran menduga tanah milik almarhum Ibrahim Hanta seluas 11 hektare itu telah dirampas secara sepihak. Mereka juga menilai BPN Manggarai Barat telah bersekongkol dengan para mafia tanah.
Kita bangun posko di depan Kantor BPN untuk menindak tegas jaringan para mafia tanah di Labuan Bajo,” tegas Mikael Mensen, Koordinator aksi demonstrasi.
Dibeberkannya, BPN Manggarai Barat telah menerbitkan sertifikat di tanah milik almarhum Ibrahim Hanta dengan nama Niko Naput. Padahal tanah tersebut merupakan penyerahan dari fungsionaris ulayat kedaluan Nggorang Ishaka.
Dikatakannya, lahan milik almarhum Ibrahim Hanta saat ini sedang dibangun hotel. Pihak hotel membeli tanah dari para mafia tanah di Labuan Bajo. “Para mafia tanah diduga bekerja sama dengan BPN Manggarai Barat untuk menerbitkan sertifikat diatas lahan milik almarhum Ibrahim Hanta,” ucapnya.
Sementara Kuasa Hukum dari Suwandi Ibrahim ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, Fransiskus Dohos Dor menemukan dugaan kejanggalan dalam menerbitkan enam sertifikat hak milik oleh keluarga Niko Naput di Keranga.
Dia mengatakan, enam sertifikat milik keluarga Niko Naput ditertibkan berdasarkan dokumen palsu Surat Kesepakatan antara Niko Naput dan almarhum Ibrahim Hanta pada 11 Maret 2019 dimana Ibrahim Hanta sudah meninggal pada Tahun 1984.
Selain itu, dokumen penyerahan fungsionaris adat Nggorang kepada Niko Naput pada Tahun 1991 yang telah dibatalkan dengan Surat Pernyataan Fungsionaris Adat Nggorang Tahun 1998.
Pihaknya mengaku miliki bukti dokumen Surat Pembatalan Fungsionaris Nggorang Tahun 1998, Surat Kesepakatan Tahun 2019, dan Berita Acara Perdamaian Tahun 2021. “Kita menemukan ada kejanggalan dalam penerbitan sertifikat itu oleh pihak BPN,” kata dia.
“Tahun 2014, Pihak Kami mengusulkan pembuatan SHM atas tanah Krangan itu, sedangkan anak Niko Naput mengusulkan pula pembuatan SHM atas tanah tersebut. Tahun 2019, Niko Naput menghadap BPN Mabar dan membawa Surat Kesepatan Tahun 2019 yang mana isinya Ibrahim Hanta menyetujui Niko Naput sertifikatkan tanah tersebut, sementara Ibrahim Hanta sudah meninggal tahun 1986,” tambahnya.
Ia meminta, BPN Manggarai Barat untuk membatalkan penerbitan sertifikat atas nama Paulus Grant Naput, Maria Fatmawati Naput, Yohanes Van Naput, Rosyana Yulti Mantuh, Elisabeth Eni dan Karolus Sikone.* (rls/DW Baswir)