MP, LABUAN BAJO, – Tanah warisan milik anggota TNI di Labuan Bajo diduga dirampas para mafia tanah seluas kurang lebih 11 hektare di Karangan, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pemilik tanah adalah Suwandi Ibrahim, anggota TNI aktif yang bertugas di Koramil 1612-02/Komodo Kabupaten Manggarai Barat.
‘’Saya selaku kuasa hukum Pak Suwandi (Suwandi Ibrahim, Red) sudah melakukan upaya hukum dengan membuat laporan (LP) ke Polres Mabar dengan Nomor Laporan No.LP/B/240/IX/2022/Polres Tanggal 13 September 2022 lalu,’’ kata Francis Dohos Dor, S.H, Kuasa Hukum Suwandi Ibrahim kepada sejumlah wartawan di depan Kantor Pengadilan Negeri Labuan Bajo, Senin (13/2/2023) siang.
Ditambahkannya, selain melaporkan perampasan tanah miliknya oleh PT. Mahanaim Group, secara perdata kliennya juga melakukan permohonan gugatan perdata, yakni perbuatan melawan hukum di PN Labuan Bajo dengan registasi perkara No.3/Pdt.G/2023/PN. Lbj tanggal 10 Februari 2023.
Upaya hukum yang dilakukan ini merupakan bentuk perlawanan maksimal atas dugaan praktek praktek mafia tanah, demi menegakkan kebenaran dan keadilan hak keperdataan Suwandi Ibrahim.
Tanah Warisan
Sementara itu, korban mafia tanah, Suwandi Ibrahim membeberkan tanah warisan milik keluarganya yang dirampas pihak perusahaan.
Dia mengaku akan terus berjuang untuk mengambil kembali hak milik orang tuanya almarhum bapak Ibrahim Hanta.
Suwandi Ibrahim lahir di tanah Karangan itu pada tahun 1978, tepat 5 tahun sejak ayahnya mendapatkan tanah tersebut tahun 1973, yang diperolehnya dari penyerahan Ulayat Kedaluan Nggorang.
Pada tahun 2013 diatas tanah itu telah menuai hasil panen pertanian yaitu jagung sebanyak 58 ton, kemudian sebagian jagungnya dijual dan yang lainnya digunakan untuk kebutuhan makanan pangan lokal dihidangkan saat Pelaksanaan Sail Komodo 2013 selama 10 hari.
Selanjutnya, pada tahun 2015, Francis Dohos Dor, S.H, menyarankan kliennya, Suwandi Ibrahim untuk pembuatan sertifikat. Namun bersamaan muncul juga pengajuan sertifikat dari Niko Naput.
‘’Kami terpaksa lakukan sanggahan ke BPN Mabar tahun 2015, karena BPN Mabar ternyata lebih progres mengurus Sertifikat permohonan Niko Naput, padahal kami yang duluan ajukan untuk pembuatan sertifikat,’’ kata Francis Dohos.
Anehnya, imbuhnya, tiba-tiba pada tahun 2020 sudah muncul Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama anak-anak dan mantu dari Niko Naput.
Pada saat itu, Francis Dohos meminta klarifikasi ke BPN Mabar, akan tetapi jawaban mereka kenapa terbit SHM karena Pihak Niko Naput masukan satu surat Kesepakatan tanggal 19 Maret 2019 yang isinya bahwa Ibrahim Hanta bersepakat dengan mereka untuk menyerahkan tanah itu jadi sertifikat untuk kepentingan a/n Niko Naput.
Berlanjut dari Surat Kesepakatan itu, pihaknya telah melaporkan ke Polda NTT terkait pemalsuan dokumen, karena almarhum Ibrahim Hanta sudah meninggal pada tahun 1986. Akan tetapi tiba-tiba hidup lagi dengan munculnya tanda tangan kesepakatan di tahun 2019.
‘’Kami berdamai pada saat itu karena Surat Kesepakatan 2019 itu dibatalkan, yang kemudian menyebabkan cacat materiil 3 SHM yang terbit diatas tanah milik saya itu,’’ ujar Suwandi Ibrahim melalui kuasa hukumnya yang kerap disapa Frans Dohos.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa “Lokasi tanah warisan kliennya, pada tanggal 22 April 2022 telah di- groundbreaking pembangunan Hotel St. Regis milik Seorang Pengusaha bernama Erwin Kadiman Santosa dan PT. Mahanaim Group berkedudukan hukum di Jalan TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan (Jaksel).
Acara groundbreaking tersebut dulunya dihadiri langsung oleh Gubernur Victor Laiskodat dan Bupati Edistasius Endi.
Pada tahun 2020 sebelum groundbreaking tersebut, kata Frans Dohos lagi kliennya sudah memberitahukan kepada Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group terkait status tanah itu bermasalah tersebut.
Bahkan, berulang-ulang kali melakukan aksi demonstrasi di BPN Mabar, dan mereka semua tahu terkait persoalan itu akan tetapi mereka bersikukuh untuk tetap melanjutkan transaksi dan telah dibangun Hotel St. Regis.
“Terkait tanah klien kami (Suwandi Ibrahim, Red), pihak saudara Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group itu telah terikat DP Rp5 miliar terkait jual beli dengan pihak Niko Naput.
Itukan sama saja dengan pembeli tidak beritikad baik. Sudah tahu ada masalah, malahan dilanjutkan groundbreaking,’’ tukasnya.
Praktek seperti ibaratnya sama dengan membeli kasus, yang sering dilakukan oleh mafia tanah. Apalagi kemudian, beber Frans Dohos, dirinya mendapatkan klaim tanah Niko Naput itu juga seluas 45 hektare.
‘’Semuanya juga bermasalah dengan adanya klaim pemilik lainnya, yang berdekatan dengan kami itu kalo tidak salah saling klaim juga antara Niko Naput dan Syarifudin Uje,” tutup Frans. * (DW Baswir)