Fenomena Beberapa Rektor yang Rangkap jadi Komisaris Menunjukkan telah Terjadi “Kelumpuhan Intelektual”.
Oleh : Azmi Syahputra.
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)
ADA kelumpuhan intelektual menghadapi situasi saat ini, dimana saat ini ada beberapa pimpinan perguruan tinggi telah abai bahwa fungsi dan jabatannya mempunyai peran strategis dalam sistem pendidikan nasional dan memajukan ilmu pengetahuan.
Ironisnya lagi kelumpuhan akademik ini diperparah dengan sebagian dari komunitas intelektual yang memilih zona aman dan nyaman, sehingga enggan menyatakan secara terbuka tanggungjawab keilmuannya atas peristiwa yang terjadi di komunitasnya termasuk yang terjadi dalam kehidupan berbangsa, seolah kini komunitas sivitas akademik perguruan tinggi kehilangan fungsi dan terbenamnya kebenaran ilmiah.
Pimpinan Universitas sudah lari dari tujuan pendidikan tinggi yang semestinya menghasilkan ilmu pengetahuan dan tehnologi agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, kemajuan peradaban dan kesejahteraan manusia guna mencerdaskan kehidupan bangsa, akibat diperbolehkan juga menjadi komisaris dan jabatan rangkap lainnya serta memilih sikap yang penting aman dan nyaman untuk dirinya dan kelompoknya.
Akibat dari pimpinan Universitas yang sudah lari dari tujuan pendidikan tinggi yang semestinya tugas utamanya sebagai komando yang mendorong dan memperkuat fungsi kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuwan, dimana diketahui perlahan tradisi ini hilang, sikap intelektualitas dibenamkan dan hal ini bisa mengakibatkan komunitas ilmiah akan punah, tidak punya makna dan wibawa lagi.
Perguruan tinggi sebagai garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa guna memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial hanya tinggal slogan kosong.
Karenanya memperhatikan situasi yang sangat tidak menentukan seperti saat ini tidak ada cara lain selain memperkuat dan konsolidasi insan kampus, konsolidasi intelektual, mengembalikan fungsi sivitas akademik dan budaya akademik sebagai tombak utama dari civil society untuk memunculkan dialektika keilmuan.
Termasuk meluruskan praktek penyelenggaraan negara, yang mana perubahan dan komitmen harus dimulai dari perguruan tinggi, harus berani menjadi contoh keteladan, punya kesadaran dan tanggung jawab bahwa pimpinan dan sivitas mengabdikan ilmunya bagi kemaslahatan bangsa, negara dan umat manusia. **