MP, PEKANBARU – Kepala Desa (Kades) Seberida, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Ria Sabrina, S.E., diduga terlibat dalam konspirasi mafa tanah.
Dugaan itu terungkap setelah dia menerbitkan surat sporadik atas sebidang tanah berupa akses jalan keluar masuk kendaraan menuju Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT NHR.
Seperti dikutip dari situs www.aktualdetik.com, objek tanah tersebut sesungguhnya telah memiliki alas hak yang sah, berupa Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) terbitan tahun 2007.
Sehingga ada dugaan perbuatan melanggar hukum berupa pemalsuan surat yang tujuannya masih perlu dipertanyakan.
“Kami heran dengan adanya sporadik yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Seberida. Padahal tanah yang selama ini kami manfaatkan sebagai akses jalan menuju PKS PT NHR itu sudah milik kami, suratnya sejak tahun 2007 dan atas nama Hendry Wijaya, karena jabatannya direktur utama PT NHR, yang kami simpan sampai sekarang. Tapi mengapa Kepala Desa Seberida membuat sporadik? Ini yang sangat janggal dan kami duga ada konspirasi di sini, ” tutur sumber www.aktualdetik.com.
Sementara Kades Siberida berinisial R yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp (WA)-nya dengan nomor 0812-7527-3xxx, membenarkan dirinya telah menerbitkan sporadik itu. Tetapi perihal itu sudah ditangani Polda Riau dan melalui kuasa hukum.
‘’Begini, Pak, itu kan sudah sampai ke Polda Riau. Silahkan berhubungan dengan kuasa hukum saya, ya, Pak, ” tulisnya singkat.
Mencuatnya perihal terbitnya sporadik itu berawal ketika Dirut PT NHR, Hendry Wijaya menuntut pesangon kepada management perusahaan PKS PT NHR, dengan jumlah sebesar Rp 1,3 miliar serta fasilitas lainnya yang dimaktubkan dalam 3 poin.
Atas hal ini perusahaan kabarnya menyanggupi dan menyepakati untuk merealisasikan permintaan tersebut, dengan syarat, Henry Wijaya bersedia menyerahkan segala dokumen penting perusahaan yang ada dalam kekuasaannya.
“Semuanya permintaan Hendry Wijaya ada 4 poin Pak. Kami dari perusahaan sudah memberikan 3 poin, hanya 1 poin lagi yakni uang sebesar Rp 1,3 miliar yang belum kami serahkan karena masih dalam proses, dan karena dia (Hendry Wijaya_Red) juga belum menyerahkan dokumen perusahaan yang sangat berharga berupa HGB, yang terus berada dalam kekuasaannya sampai saat ini. Artinya, Hendry Wijaya tidak komitmen dan tidak sesuai dengan kesepakatan di awal untuk menyerahkan semua dokumen perusahaan, ” sebut sumber www.aktualdetik.com.
Tidak terima tawaran dari perusahaan itu, Hendry Wijaya pun menempuh jalur lain dengan proses penyelesaian terkait hal di atas ke kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Riau, dengan perkara Perselisihan Hubungan Industrial (PHI),
Tetapi pihak Disnaker Riau menolak perkara tersebut, karena alasan, Hendry Wijaya adalah seorang Direktur Utama, bukan karyawan.
Sehingga tidak tepat, jika Hendry menuntut pesangon. Pihak Disnaker menyarankan perkara itu bisa diselesaikan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) seperti diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. * (rls/DW Baswir)