MediumPos
Untuk Ummat Kami Sampaikan

Menang di PN Pekanbaru, Penggugat Beri Waktu 6 Bulan Walikota, DLHK dan DPRD Pekanbaru Benahi Sampah

MP, PEKANBARU – Walikota, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) serta DPRD Kota Pekanbaru diberikan waktu 6 bulan untuk membenahi sengkarut pengelolaan sampah di kota bermotto; ”Smartcity Madani” tersebut.

Tenggat waktu itu disampaikan Riko Kurniawan, satu dari 2 warga yang melakukan gugatan dan menang di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (1/8/2022) lalu. Sesuai putusan Putusan Nomor 262/Pdt.G/2021/PN Pbr itu, Walikota (kini penjabat/Pj), DLHK dan DPRD Pekanbaru melakukan perbuatan melawan hukum. Sehingga menghukum Walikota untuk untuk menerbitkan peraturan kepala daerah tentang pembatasan penggunaan plastik sekali pakai; dan menghukum Walikota, DLHK dan DPRD Pekanbaru untuk menerbitkan aturan, melakukan tindakan hingga menyediakan alokasi anggaran terkait pengelolaan sampah.

”Saya dan Sri Wahyuni, warga Kota Pekanbaru yang menjadi penggugat menggapresiasi putusan PN Pekanbaru. Putusan ini membuka lembar baru untuk mengakselerasi perbaikan kebijakan dan tindakan pengelolaan sampah di Pekanbaru,” ucapnya.

Riko menambahkan, putusan ini memperlihatkan PN Pekanbaru secara objektif menunjukkan Pemerintah Kota, DLHK hingga DPRD Kota tidak serius melakukan upaya pembenahan pengelolaan sampah. Namun, diakuinya, jauh sebelum gugatan ini didaftarkan dan dikabulkan PN Pekaanbaru telah memperingatkan pihak tergugat untuk segera berbenah memperbaiki pengelolaan sampah di Pekanbaru.

”Kami memberi waktu lebih enam bulan kepada mereka untuk melakukan tindakan konkret dan menerbitkan kebijakan untuk menyelesaikan persoalan pengelolaan sampah. Kini jelas dan terang, pengadilan menyatakan mereka melakukan perbuatan melawan hukum, dan dihukum melakukan perbaikan pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir,” kata Riko.

Hukuman yang dijatuhkan PN Pekanbaru kepada Walikota, DLHK hingga DPRD Kota Pekanbaru sebenarnya mempertegas apa yang menjadi kewajiban tiga institusi tersebut. Hukuman dalam amar putusan sesuai dengan kewajiban pemerintah kota dalam pengelolaan sampah. Hal sesuai dengan norma yang ditentukan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UU 18/2008) dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU 23/2014).

Sementara itu, Noval Setiawan, advokat publik dari LBH Pekanbaru yang menjadi Kuasa Hukum Riko dan Sri menyarankan Walikota, DLHK hingga DPRD Kota Pekanbaru sepatutnya menerima putusan ini dengan pikiran terbuka. Tidak menggunakan upaya hukum dan fokus pada pembenahan tata kelola pengelolaan sampah di Pekanbaru.

”Putusan ini seharusnya dianggap sebagai panduan untuk merumuskan dan menentukan langkah strategis mengatasi persoalan pengelolaan sampah,” pungkasnya.

Sri Wahyuni, warga Kota Pekanbaru, penggugat dan Direktur RWWG menyebut perintah perumusan kebijakan dan pengalokasian anggaran pengelolaan sampah sebagaimana diperintahkan Pengadilan Negeri Pekanbaru harus diterjemahkan oleh Walikota, DLHK dan DPRD Pekanbaru secara inklusif.

“Perintah untuk merumuskan kebijakan dan anggaran harus disusun secara partisipatif sesuai dengan pedoman putusan pengadilan. Selanjutnya, keduanya harus mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan khusus perempuan dan kelompok rentan lainnya. Jangan sampai putusan ini diterjemahkan secara bebas, sehingga kebijakan dan anggaran yang disusun merugikan lingkungan hidup dan berdampak buruk pada perempuan dan kelompok rentan lainnya,” sebut Sri Wahyuni.

Sri Wahyuni dan Riko Kurniawan, pihak penggugat carut marutnya penanganan sampah di Kota Pekanbaru.

Tolak Solusi Palsu Cofiring Biomassa Sampah

Dari Januari hingga Juni 2022, publikasi media di Riau ramai memberitakan upaya perbaikan pengelolaan sampah di Pekanbaru dilakukan dengan menjadikannya bahan bauran energi untuk PLTU Tenayan Raya. Informasi dari media menyebut tindakan ini dimulai pada Mei 2022.

Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau mengkiritik rencana tersebut, menurutnya rencana cofiring merupakan solusi palsu energi baru terbarukan. Pertama, bauran bahan baku jumputan padat tersebut disebut terdiri dari 95% sampah organik dan 5% sampah plastik. Perlu diketahui bahan baku plastik sebagian besarnya berasal dari tambang minyak bumi, jelas bukan bahan baku terbarukan. Kedua, pembakaran plastik menghasilkan senyawa yang sama berbahayanya dengan pembakaran batu bara.

“Pasca putusan ini, rencana penggunaan bahan baku jumputan padat sebagai cofiring PLTU Tenayan harus dievaluasi. Publik harus tahu kajian dalam dokumen AMDAL rencana tersebut. Walikota, DLHK dan DPRD Pekanbaru sebaiknya fokus melakukan pembenahan pengelolaan sampah melalui pedoman amar Putusan 62/Pdt.G/2021/PN Pbr,” tutup Even. * (DW Baswir)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.