MP, PEKANBARU – Sebanyak 276 anggota Kelompok Tani (Poktan) Radja Sima Abadi di Desa Mantulik, Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar mengaku resah atas verifikasi teknis (vertek) lahan yang dilakukan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Penegak Hukum (Gakkum) Dinas LHK (DLHK) Provinsi Riau, akhir pekan lalu.
Pasalnya, vertek tersebut hanya melegalkan praktek mafia lahan di daerah itu. Betapa tidak, vertek tersebut hanya dilakukan di kantor camat setempat bukan di lahan yang selama ini dikelola oleh Poktan Radja Sima Abadi.
Apalagi kemudian muncul Poktan Hutan Bersatu Abadi Jaya bentukan warga yang bernama Hanafi yang mengklaim lahan yang sama.
Diduga Hanafi ini “main mata” dengan Pj Kepala Desa dan oknum Gakkum DLHK Riau untuk mengusai lahan milik Poktan Radja Sima Abadi melalui Program Keterlanjuran sesuai Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Demikian diungkapkan Drs Efendi Simatupang kepada wartawan di salah satu kafe di Jalan Arifin Achmad Pekanbaru, Selasa (19/12/2023) malam.
‘’Memang setelah tim KLHK dan Gakkum DLHK Riau turun, mereka katakan untuk sementara vertek lahan nya dihentikan. Warga tempatan yang mayoritas pemilik lahan yang tergabung dalam kelompok tani Radja Sima Abadi tetap resah, karena mana tahu prosesnya diam diam tetap jalan dan disahkan. Kalau sudah begitu, masyarakat yang dirugikan, karena lahan yang selama ini mereka garap dan kelola tiba tiba dicaplok atau dirampas oleh Poktan yang diketuai Hanafi,” bebernya.
Kekhawatiran warga cukup beralasan. Apalagi timbul kecurigaan mengapa verteg lahan dilakukan di luar jam kerja Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ditambah lagi, lokasi vertek dilakukan di kantor camat bukan di lokasi lahan. Itu pun tidak ada pemberitahuan kepada warga atau pemilik lahan.
“Jika mau dilakukan verifikasi lahan, sebaiknya Kementerian LHK terlebih dulu melakukan verifikasi atas legal resmi yang dimiliki oleh Hanapi dengan kelompok tani, bukan dengan cara sepihak mengacu pada Hanafi,” kata Efendi lagi.
Ketua Poktan Radja Sima Abadi ini menantang mantan pegawainya itu untuk menunjukkan keabsahan dokumen atas kepemilikan dan pengolahan lahan yang diklaim milik mereka. ‘’Biar terang benderang,’’ pungkasnya.
Akibat tingkah yang dilakukan tim KLHK dan Gakkum DLHK Provinsi Riau, berimbas pada anggota kelompok tani menjadi galau.
“Jelas masyarakat menjadi galau dan cemas, dan jangan salahkan masyarakat jika memiliki pemikiran adanya dugaan terjadinya kesepakatan bersama antara para oknum yang memiliki otoritas dengan Hanapi untuk menguasai kawasan kelompok tani” katanya.
Kemungkinan, lanjut Efendi, akan membawa masalah ini ke jalur hukum dengan melaporkan para pihak yang diduga ikut terlibat atas mufakat jahat.
“Kita sudah kumpulkan bukti dan siapa aja yang terindikasi bermain atas mufakat jahat terhadap kelompok tani, dan akan kita pertimbangkan untuk menempuh jalur hukum, dengan melapor ke Polda Riau,” tutupnya. * (DW Baswir)