MediumPos
Untuk Ummat Kami Sampaikan

MEWUJUDKAN EKONOMI RAKYAT SECARA NYATA

SISTEM Ekonomi Kerakyatan pertama kali dicetuskan oleh Bapak Proklamator kita, Drs. Mohammad Hatta. Gagasan ini merupakan sebuah konsep politik dalam bidang perekonomian, di mana pusatnya adalah rakyat.

Konvensi ILO (International Labour Organization) yang ke-169 pada tahun 1989 lalu mendefinisikan Ekonomi Kerakyatan sebagai sistem ekonomi tradisional yang menjadi fondasi bagi kehidupan masyarakat lokal dalam mempertahankan kehidupannya. Pengertian tersebut dikembangkan berdasarkan pada keterampilan dan pengetahuan masyarakat lokal dalam mengelola penghidupan serta lingkungannya.

Sementara jika merujuk pada Pasal 33 UUD 1945, Ekonomi Kerakyatan dimaknai sebagai sebuah sistem perekonomian yang bertujuan untuk merealisasikan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Dari kedua definisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa inti dari Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah terletak pada tujuan kedaulatan rakyat.

Singkatnya, Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah suatu sistem perekonomian yang berlandaskan pada ekonomi rakyat sebagai kekuatannya. Ekonomi rakyat sendiri merupakan kegiatan ekonomi yang dikerjakan oleh rakyat dengan pengelolaan berbagai sumber daya ekonomi secara swadaya, tergantung pada apa saja yang dapat mereka usahakan dan kuasai.

Konsep ekonomi kerakyatan adalah sebuah konsep politik-perekonomian yang memusatkan pembangunannya pada rakyat. Konsep ini menempatkan koperasi sebagai medium pencapaian hasil, tanpa mengesampingkan peranan pasar dan

Konsep ekonomi kerakyatan adalah sebuah ideologi “jalan tengah” yang digagas Hatta dalam menanggapi kegagalan komunisme dan liberalisme yang berkembang saat itu. Konsep ini diejawantahkan dalam Pasal 33 UUD 1945 dan penempatan koperasi dalam perekonomian Indonesia.

Kegagalan konsep ekonomi kerakyatan ini justru lahir dari perubahan regulasi yang memudarkan semangat egaliter koperasi.

Regulasi yang akhirnya menempatkan koperasi hanya sekedar sebagai badan usaha membuatnya menjadi tidak bisa berkembang seperti koperasi negara lainnya, seperti Saemaul Undong di Korea Selatan, ataupun Federal Land Development Authority (FELDA) di Malaysia.

Selain itu, konstelasi politik pada saat Hatta hidup juga tidak memungkinkan penerapan gagasan Hatta dijalankan dengan baik. Seperti telah tercatat sejarah, Hatta lebih dikenal sebagai seorang negarawan intelektual, tanpa peranan yang cukup berpengaruh dalam partai politik manapun pada saat itu.

Permasalahan bangsa kita saat ini merupakan dampak dari demokrasi Indonesia sudah mengarah pada demokrasi Barat yang pernah dikhawatirkan Bung Hatta.

Sepulangnya dari Belanda pada 1932, Bung Hatta menuangkan pemikirannya tentang demokrasi Barat dalam Kumpulan Karangan, Jilid I. Di situ beliau mengungkapkan bahwa bila Indonesia menyalin demokrasi Barat yang berdasarkan kapitalisme, maka demokrasinya akan dikuasai pemilik kapital.

Bung Hatta mengkritik bahwa dalam demokrasi Barat, kaum kapitalis yang terkecil menguasai kehidupan orang banyak. Maka golongan yang kuat itulah yang memberi rupa pada demokrasi dan ekonomi bangsa ini.

Kapitalisme yang jadi dasar demokrasi Barat adalah praktik menyimpang dari konsep demokrasi sejak Revolusi Prancis di akhir abad ke-18 yang seyogyanya menghasilkan kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan.

Maka ketika merumuskan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), “dwitunggal” Bung Hatta dan Bung Karno sepemikiran soal perekonomian:

Perekonomian bangsa mesti berpihak pada rakyat. Poin perekonomian Bung Karno yang berdasarkan asas kekeluargaan dan sumber daya alam (SDA) mesti dikuasai negara demi kemakmuran rakyat, kemudian direalisasikan Bung Hatta dalam Pasal 33 UUD 1945.

Bung Hatta mempelajari itu dari negara-negara Skandinavia (Eropa Utara), di mana pengelolaan SDA sampai sekarang pun dilakukan konsisten. Semisal di Norwegia, menurut konstitusinya, seluruh hasil SDA digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Kelebihannya baru untuk membangun infrastruktur yang besar. **

Roy Fachraby  (Dosen Hukum Bisnis di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU Padang Bulan Medan)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.